ASLI: PENGUMUMAN LOMBA PUISI DAN CERPEN

PANITIA LOMBA PUISI DAN CERPEN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM 
AL-ANWAR
Jl. Raya Gondanrojo – Kalipang Sarang Rembang Jawa Tengah
*59274'(0356)411122


Inilah update peserta yang telah mengikuti Lomba Puisi 2016 yang diselenggarakan oleh Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah STAI AL ANWAR SARANG REMBANG

NO
Nama
Judul Puisi
1
Heti Rahmawati
Hal Kecil Itu “Budi Pekerti, Menghargai”
2
Bahrianor
Keterbatasan
3
Ani Rochana
5 Hari Setelah Perayaanmu
4
Adriani Putri
Puisi Dar Masa Depan
5
Eka Ria Matandong
Cahaya Pendidikan
6
Elfira Agustin
Harapan Anak Bangsa Indonesia
7
Esti Widya Astute
Derita Pelajar
8
Fatimah Nur Hadi
Jeritan Anak Pemimpi
9
Hendra Laksana P
Hanya Membuka Jendela Dunia Tak Akan Merubah Dunia
10
Heppy Ria Mareta
Surga Atau Neraka Si Kecil?
11
Jeni Retyowati
Sepucuk Impian Di Ujung Dunia
12
Kafiyatul Fitri
Rintiham Metropolitan
13
Nurma Pandwita Utami
Pendidikan, Nasibmu Kini
14
Prihantini
Semut-Semut
15
M. Fatkhurrohman
Pelantun Ilmu Negeri
16
Rohmawati
Sekolah Pelosok Negeri
17
Haditri Setiawan
Bermain Saku (Korupsi)
18
Eka Novita
Nasib Seragam Lusuh
19
Debora Hutagalung
Bobroknya Pendidkan Etika Di Negeri Sang Saka
20
Deta Asanjaya
Budaya Yang Tak Patut Dilestarikan
21
Deri Oktaviana
Perbaiki Aku Dengan Sadar
22
Diana Effendi
Pantaskah Aku…
23
Fahrul Fauzi
Ironi Negeri
24
Hawin Nurhayati
Nasib Jiwa Generasi Bangsa
25
Hoirul Mas’ud
Bibit Alien
26
Irwan Dimas Anggara
Sang Agen Mobilitas Social
27
Maharani Qonita
Apa Kabar Siswa?
28
Nadua Restu Talaumbanua
Alangkah
29
Suyetno
Kami Bukan Anak Tiri Negara
30
Dinda Amelia
Lembayung Intan
31
Syifa’ Azizah
Semangat Ayah
32
Obby Saputra
Transformasi Pendidikan Abad 21
33
Dede Nurohim
Ilmu Terluka Di Negeri Ini
34
Ary Prakasa
Pendidikan Humoris
35
Ahmad Machbub Ubaidillah
Duka Pendidikan Indonesiaku
36
Dinar Arisandy
Kisah Kami
37
Siti Ririn Mu’tamirah
Lika-Liku Dunia Pendidikan
38
Achmad Fahmi F
Sampai Kapan Pak Bu?
39
Maulidia Silvi Nazilah
Kami Ada
40
Alif Kurniawan
Seribu Masalah
41
Aulia Izmi Mayasukma
Berikan Kami Pendidikan Layak
42
Belinda Ria Agustin
Tersenyum Dalam Tangis
43
Indah Kartika Sari
Akar Negeriku Yang Tak Sekokoh Akar Negeri Eropa
44
Ismah Nur Hidayati
Tentang Angka
45
Jeni Ramandani
Jangan Tutup Mata Kami
46
Lu’ailik Mufidah
Temukan Jalanku
47
Mega Fitria Trisnasari
Candu Dan Lupa
48
Raju Guntara
Pendidikan Berkasta
49
Riska Herdiyanti Damanik
Buku
50
Rut Gresela
Salah Didik
51
Siti Husnul Fauziyah
Noda-Noda Diatas Pengabdian
52
Suratih
Tawuran
53
Tri Margo Putro
Punah Bibit Mewangi
54
Triana Wahyuning Dewi
Pendidikan Bukan Soal Materi
55
Wulan Alfiani
Kepada Biduk Yang Telah Sarat
56
Ah. Fajar Kurniawan A
Pendidikan, Bagaimana Keadaanmu Malam Ini?
57
Fitriana Kumaratih
Bangku Mahoni Tua
58
Afifah
Si “Hidung Belang”
59
Ahmad Wildan
Kereta Cepat Yang Tak Sampai Tujuan
60
Alfi Manzilatul R
Daun Kuning Untuk Negeri
61
Amy Rahmdita
Digit Pekerti
62
Andriyansyah Bagas W P
Izinkan Kami Berilmu Sebelum Mati
63
Anggi Robby Yulianto
Proyekan Pendidikan
64
Ayu Tiara Ashar Putri
Surge Katanya
65
Balqis K Nabila
Budak Wiyata
66
Dede Fauzi
Cahaya Yang Tak Sampai
67
Dzikri Amalia Nurdianti
Budak Nilai
68
Eka Monita
Takut
69
Eka Nur Azizah
Hiruk Pikuk Pendidikan
70
Ferdian Dwi Cahyo
Indonesiaku Kurang Ajar
71
Fitriana Eka Styaningrum
Kupikir Aku Harapan
72
Indah Sari
Khilaf
73
Khoirotunnisa’
Katalisku
74
Lailatul Badtriyyah
Lukisan Abu-Abu
75
Istana Kusumawati
Lihatlah Negeriku
76
M. Sabilul Haq Mardlotillah
Anak-Anak Penerus
77
Marga Anjar Distiarini
Negeri Orang
78
Mirna
Pendidikan, Beri Kami Kesempatan
79
Mita Nirmala Sari
Problem Pendidikan Di Indonesia
80
Namira Risza Pasya
Pencarian Yang Tak Berujung
81
Nur Aisyah Fitriani
Tak Perlu Khawatir
82
Nuzulul Fika Aulia
Ironika Pendidikan: Seraut Wajah Dibalik Seragam Putih Abu-Abu
83
Pradana Deswara
Realita Pengais Ilmu
84
Qonith Kurinawan Arham
Balada Pendidikan Di Negeriku
85
Rahmatun Nida
Bebas
86
Regina Bella Rosali
Apa Kabar Pendidikan Indonesia?
87
Siska Irma Diana
Penyakit Pelajar
88
Siti Nur Annisa
Der Traum Und Die Hoffnung Der Schuelerin
89
Siti Saodah
Masih Teringat Jelas ‘Tempatku Mengenyam Ilmu’
90
Eliza Aprilia
Ini Indonesia
91
Trendi Bintang Purnama S
Madu Bertepuk Sebelah Hati
92
Maria Febri Kristina
Mirisnya Pendidikan Di Negeri Kita
93
Inarotul Pauziyah
Masa Suram Untuk Buram
94
Vonnysa Febrinda
Pohon Dibalik Dinding Baja
95
Rohman Hikmat
Moral Yang Lumpuh Melahap Pelajar
96
M. Amin Fatullah
Buku Berjalan
97
Asep Anang Mulyana
Pena Tak Bertinta
98
Yurenda Aurelia Beautyfull
Pendidikan Tonggak Kemerdekaan
99
Fidia Nur Wahyu Diana
Pentingnya Pendidikan Untuk Masa Depan
100
Indah Yulia Maulida
Bukan Sekedar Pendidikan, Pendidikan Dan Akhlak Mulia
101
Sriwulan Purnamasari
(Bukan) Sepeda Oemar Bakrie
102
Raden Anugrah Perdana
Sayatan Krisis Moral
103
A Robith Saifun Nawan
Kasihan Sekali Negriku
104
Syahrunnisa
Suratku Untuk Pmerintah
105
Sriwatmah
Matahari Harapan
106
Zahro Arifah
Wajah Pendidikan Indonesia
107
Nurul Hidayah
Pendidikan Negriku
108
Aulia Khalil
Dinding
109
Andy Agusta
Rintihan Dari Timur
110
Nurul Huda
Senja Menetes Ditanah Hina
111
Ah Marzuqi Ramadlan
Senandung Anak-Anak Kampong
112
Inayatur Rahmawati
Kompas Tak Berarah
113
Aam Priadi
Sajak Sebuah Negri
114
Anjelina Wahyuni
Impian Tanpa Tongkat
115
Chrysoprase Thasya A
Dibalik Kemajuan Negara Indonesia
116
Fanny Farianti
Negri Ini
117
Malik Maulana
Para Pemakan Kacang
118
M Elmi A
Tinta Tak Berwarna
119
Rahajeng Aini
Hitam Putih Pendidikan Negriku
120
Supiani
Pendidikan Kita Masih Terpuruk
121
A Solahudin
Pendidikan, Mekar (Atau)Makar
122
Ade Apriliadi Nugraha
Belang Pendidikan
123
Annisa U Afidah
Pejalan Mimpi; Perjalanan Yang Hampir Sekarat
124
Bayu Prasojo
Andai Bung Karno Tahu
125
Faris Muslim
Jangan Malas Membaca
126
Faulia Desi Lebry
Semar Berdasi
127
Geraldi Anugrah Putra
Inikah Surge Duniamu?
128
Gracia Putri P
Menagih Janji Pendidikan
129
Ika Nurhanifah
Cerita Kata
130
Ilham Nurdian
Revolusi Mental Pendidikan Yang Kesasar
131
Jainal Rasyidin
Do’a Seorang Murid Sebelum Belajar
132
Meri Andini
Dyslexia
133
Muh Syahid
Dulu Dan Sekarang
134
Nanda Arta Mevia
Golongan Sampah
135
Nastain Ahmad
Senandung Kata, Tasyrih
136
Oktariani
Aku Tak Berdaya
137
Renny Novita Hastuti
Angan-Angan Pendidikan
138
Ridha Hakim
Rinduku Pada Seonggok Bangku
139
Roidah Afifah
Terbata Mengeja Indonesia
140
Rosha Hermawan
Pesan Ibu Dihari Pertama Sekolah
141
Salma Azizah D
Dusta Pendidikan Abad 21
142
Siska Rahmawati
Penyesalan
143
Ulya N Rahmah
Langit Sekarang Beda-Bu Dengan Langit 90-An
144
Weka Nastiti
Sajk Pengais Asa
145
Yahya Pratama
Biang Kerok
146
Rahmi Vika Ulia
Mereka Dari Pelosok Sana
147
Tivani Vista
Pemandangan Ruang Ujian
148
M Nur Syamsi
Pendidikan Untuk Anak Pedalaman
149
Arni Zakiyah
Rintihan Rakyat Kecil
150
Laila Kusniah
Apa Kabar Masa Depan
151
Kania Rahmawati
Retaknya Pendidikan Moral, System
152
Unifah
Surat Duka Mahasiswa
153
Yessi Dwi Anggara
Negriku Yang Malang
154
Andi Ansyah
Laku Tak Sampai
155
Pupung Setia Nugraha
Aku Seragam SMA
156
Adam Hilal Dwianto
Pendidikan Apa Penjijikan
157
Irfa Ilmatun Nafi’ah
Negeri Diujung Sudut
158
Madihah
Karakter?
159
Muhammad Muammar Hadzafi
Pendidikan Gokil
160
Ahmad Asror
Gelap
161
Ahmad Darus Salam
Kepada Guru
162
Anggi Lisnawati
Siapa Yang Salah?
163
Dewinta Oktaulia Hamzah
Jerit Hati Anak Buruh
164
Fitriana Eka Setyaningrum
Kupikir Aku Harapan
165
Fizzilmi Dhahila Mansyur
Wajah Yang Terlupakan Dari Dunia Pendidikan
166
Lutfi Darwin
Bisikan Dari Meja Kelas
167
Mardiah Jusman
Kapan Kata Kami
168
Diah Ayu Pradewi
Melodi Jalanan
169
Mochammad Nur Aziz
Goblokisasi, Nak!
170
Muhammad Fakhriyan
Ironi Pendidikan Negri Ini
171
Muhammad Rifaldi
Suara Siswa Perbatasan
172
Muhammad Syahid
Dulu dan Sekarang
173
Rohman Hikmat
Moral yang Lumpuh Melahap Pelajar
174
Siska Irma Diana
Penyakit Pelajar
175

Neastapa dalam Bejana
176
Asep Anang Mulyana
Pena Tak Bertinta
177
Mu’arifah
Pendidikan Tak Berakhlak
178
Indah Yulia Maulida
Bukan Sekadar Pendidikan
179
Aris Hidayat
Setengah Abad Yang Berlaju Kebelakang
180
Maulanazandra
Sayangilah Anak Negara
181
Tanti Laraswati
Terheran Dalam Pertanyaan


PENGUMUMAN JUARA LOMBA PUISI DAN CERPEN
YANG DISELENGGARAKAN OLEH FAKULTAS TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH STAI AL ANAWAR SARANG REMBANG 2016
MEMUTUSKAN:
BAHWA NAMA-NAMA DIBAWAH INI MERUPAKAN JUARA 50 BESAR LOMBA PUISI ONLINE PGMI STAI AL ANWAR:
NO
NAMA
1
MIRNA

2
KHOIROTUNNISA’

3
ROHMAN HIKMAT

4
ROSNA HERMAWAN

5
MUHAMMAD RIFALDI

6
SISKA IRMA DIANA

7
FAULIA DESI LEBRY

8
AH. MARZUQI RAMADAN

9
DEDE NURROHIM

10
EKA NOFITA

11
HETI RAHMAWATI

12
FATIMAH NUR HADI

13
ANI ROCHANA

14
BAHRIANOR

15
HENDRA LAKSANA PUTRA

16
M. FATKHURROHMAN

17
PRIHANTINI

18
HADITRI SETIAWAN

19
MAHARANI QONITA

20
DZIKRI AMALIA NURDIANTI

21
HOIRUL MAS’UD

22
AH. FAJAR KURNIAWAN AMRIS

23
LU’AILIK MUFIDAH

24
BALQIS K NABILA

25
ALFI MANZILATUL ROHMAH

26
ASEP ANANG MULYANA

27
SYAHRINNISA F

28
INAYATUR RAHMAWATI

29
M. ELMI A

30
AH. SOLAHUDIN

31
GRACIANA PUTRI P

32
RENNY NOVITA HASTUTI

33
WEKA NASTITI PRANAYUANTI

34
SITI RIRIN MU’TAMIROH

35
ANDY AGUSTA

36
NASTAIN AHMAD

37
ELIZA APRILIA

38
QONITH KURNIAWAN ARHAM

39
ADRIANI PUTRI

40
AFIFAH

41
ALIF KURNIAWAN

42
DETA ASANJAYA

43
YESSY DWI ANGGARA

44
SISKA RAHMAWATI

45
SALMA AZIZAH DZAKIYYUNNISA

46
TANTI LARASWATI

47
PUPUNG SETIA NUGRAHA

48
ADAM HILAL DWIANTO

49
AHMAD DARUS SALAM

50
MU’ARRIFAH


PENGUMUMAN JUARA LOMBA PUISI DAN CERPEN
YANG DISELENGGARAKAN OLEH FAKULTAS TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH STAI AL ANAWAR SARANG REMBANG 2016
MEMUTUSKAN:
BAHWA NAMA-NAMA DIBAWAH INI MERUPAKAN 3 BESAR LOMBA PUISI ONLINE PGMI STAI AL ANWAR:
JUARA
NAMA
JUDUL
1
ULYA N RAHMAH
Langit Sekarang Beda-Bu Dengan Langit Sembilan-Puluhan
2
FERDIYAN DWI CAHYO
Indonesiaku Kurang Ajar
3
ROIDAH AFIFAH
Terbata Mengeja Indonesia

Inilah Puisi Tiga Terbaik dari Semua Peserta Lomba Puisi:
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
LANGIT SEKARANG BEDA-BU DENGAN LANGIT SEBILAN-PULUHAN
(Sebuah puisi untuk Ibu Guru Nurmayati dan para Guru di Indonesia lainnya)
Oleh: Ulya N Rahmah
Alfabet menari girang di hulu
makharijul-huruf ikut berdansa merajut cakrawala
langit sembilan puluhan beda, Bu
dengan langit-langit sekarang
Langit 90-an berdansa, menari, menampar
tak ada polisi yang ikut beradu memainkan awan!
bahkan burung elang tak berani;
padamu Bu-Guru
menatap bulat bola matamu saja tak berani
apalagi memenjarakanmu, Bu-Guru
Seakan lampiran langit berbalik
engkau jadi budak-Bu
engkau jadi kacung
engkau dibentak-Bu
bukan yang digugu dan ditiru
jewermu katanya adalah siksa
bentakmu katanya adalah api
mungkin mereka sedang hilang akal-Bu
lupa;
beratnya menggendong anak orang
mengejakan alphabet dan mengulang-ulang makharijul-huruf
mungkin mereka lupa-Bu;
Tuhan dan Nabi mengagungkanmu
Langit 90-an beda-Bu dengan langit-langit sekarang
langit sekarang tak punya awan
retak
rendah, dan tak berbudi          (Mei 2016)
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
INDONESIAKU KURANG AJAR
Karya : Ferdian Dwi Cahyo
Pagi ini aku ingin pergi
Ingin ku sobek pagiku yang kerdil
Bercerita dengan bapakku yang telah mati
Tentang anakmu yang kurang ajar

Tapi, aku takut bapak tambah mati
Atau bapak menangis merintih
Lalu keluar dari kuburan gersang
Mencarut negeri yang pernah kau perjuangkan

Lihatlah, lihat anakmu yang kurang ajar
Tak ada lagi pemuda yang kau kobarkan
Tak ada lagi petuah yang kau gemakan
Hanya materi sejarah yang masih diajarkan

Yang ada pemuda dungu berjiwa preman
Yang ada kabar buruk bocah ingusan
Bocah yang dirasuki kelamnya birahi
Pemuda yang mati beradu belati

Oh...ing ngarso tung tulodo
Di koran pemuda bobrok seperti binatang
Di tv banyak bocah jalang berkeliaran

Oh...ing madyo mangun karso
Lihat gadis berbadan telanjang
Lihat bocah mulut berbusa badan mengejang

Oh...tut wuri handayani
Oh..bapak, aku pamit pergi
Pamit hendak mendulang sisa-sisa
Bangkai janji di masa lampau

Atau, aku akan ikut mati bersama-sama disini
Di negeri yang mulai kurang ajar
Doakan kami
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TERBATA MENGEJA INDONESIA
oleh: Roidah Afifah

Kanak-kanak malang
Didiamkan, diacuhkan, ditinggalkan
Ditertawakan impian
Dikecewakan pasal kemanusiaan

Pada pelipisnya mengalir keringat butir-butir jagung
Tapak kakinya menebal, keras menciumi aspal-aspal jalanan
Terik dan umpatan membuat kantung perutnya kenyang seharian
Pada hatinya memendam rindu mendalam akan keajaiban
Keajaiban tentang dengung kepedulian yang nyata diwujudkan,
bukan yang menjadi bualan dongen pengantar tidur semalam

Kanak-kanak malang
Yang berselimut kardus-kardus kaku
saat malam menghembuskan napas dingin
Yang terlelap diiringi lagu kelaparan mancabik hati
Yang terusir dari emper-emper ruko kala tiba matahari

Duh,.. kanak-kanak malang
Dalam diam dan lamunya,
Barangkali sedang terngiang nikmatnya lembar-lembar buku
Sedang terbayang gurihnya bangku-bangku atau kapur-kapur papan hitam
Sedang terkhayal betapa tenangnya jika hari ini tidak perlu lagi memikirkan,
adakah sisa makanan dari tempat sampah restoran yang bisa mengganjal lapar

Duh, kanak-kanak malang
Sementara di gedung-gedung tinggi seberang jalan sana
Sekelompok orang yang katanya menganut paham kemanusiaan,
sedang menikmati cangkir kopi seharga ratusan ribu rupiah
Bergelak sampai gigi-gigi emasnya tampak, menantang matahari

Duh, kanak-kanak malang,
Andaikan pahlawan tak pernah mati,
Pastilah hari ini tidak lagi ditemui,
tangis pertiwi atas kanak-kanak yang kehilangan mimpi

Duh, kanak-kanak malang,
Andaikan pahlawan tak pernah mati
Jiwa-jiwa muda akan tergugah reformasi,
menjamurbumikan peduli
sampai tidak ada lagi kanak-kanak yang terbata mengeja ‘In-do-ne-si-a’

Semoga kita segera menyadari,
Ada kanak-kanak malang di sudut-sudut persimpangan,
yang seringkali terabaikan pendidikan


                                                                                Sarang, 12 Juni 2016

Ketua Panitia,                                                                                                 Sekretaris,
           

            M. Izzuddin                                                                                                 Aji Pangestu
Mengetahui,

Ketua STAI Al Anwar


Dr. KH. Abdul Ghofur, MA






PENGUMUMAN JUARA LOMBA PUISI DAN CERPEN
YANG DISELENGGARAKAN OLEH FAKULTAS TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH STAI AL ANAWAR SARANG REMBANG 2016
MEMUTUSKAN:
BAHWA NAMA-NAMA DIBAWAH INI UPDATE-AN SEMUA PESERTA LOMBA CERPEN ONLINE PGMI STAI AL ANWAR:

PANITIA LOMBA PUISI DAN CERPEN 2016
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM 
AL-ANWAR
Jl. Raya Gondanrojo – Kalipang Sarang Rembang Jawa Tengah
*59274'(0356)411122

NO
Nama
Judul Cerpen
1
Arsalna
Dendammu Tujukan Langkah Awal Hijrahku
2
Elfira Agustin
Dengarkanlah Curahan Hati Anak Bangsa
3
Jeni Retyowati
Suka Duka Peraih Asa
4
Kafiyatul Fithri
Jangan Kolot, Ini Indonesia
5
Deta Brilyanti Asanjaya
Prestasi Mengalahkan Bullying
6
Dinda Puspa Sari
Semangat Generasi 2P
7
Dede Nurrohim
Pendidikan Di Negeri Kita Sedang Terluka
8
Syafa’atun Nafidzah
Anak Pelangi
9
Ary Prakasa
Nilai Itu Bisa Dibeli Kok!
10
Istiana Hamida
Buguru Baik Sekali
11
Suci Juniartika
Bukan Perkara Dunia, Melainkan Akhirat Perbuatanmu Dirimu Yang Pertanggungjawabkan
12
Nita Maediana Rusmawati
Buku Itu Penting
13
Sri Watmah
Dibalik Lembaran Kelam
14
Andy Agusta
Curhat Guru PNS
15
Nurhayati
Ingatkan Aku Pada Masa Kejayaanku
16
I Dewa Gede Tantara Tesa Putra
Probalima Pendidikan Dan Perjuangan Tuk Mimpi Yang Ada
17
Nur Wakiah
Keluarga Kecilku
18
Rilly Retiana
Seberkas Cahaya Dilautan Mimpi
19
Rizanindi Pitaloka
Kesadaran Pendidikan Yang Terabaikan
20
Rut Grasela
Bullying
21
Vista Alnia Pratiwi
Aku Ingin Sekolah
22
Almaila Khoirunnisa
Pelangi Ditanah Kimman
23
Annista Rahmanda
Mukaddimah
24
Abadi Sanjaya
Untuk Yang Kedua Kalinya
25
Dyah Fitriana Hidayani Ayu Putri
Pergolakan Pendidikan
26
Eka Mega Wijayanti
Kebenaran Yang Tersemmbunyi
27
Indah Purnama Sari
Salah Siapa?
28
Ingrid Elvina
Mimpi Pendidikan
29
Ira Yuliasih
Surat Mairose Untuk Pak Mentri
30
Khoirotunnisa’
Tak Sangka
31
Novia Sari Melati
Kisah Kasih Pelajar Nusantara
32
Kusuma Dewi Mustikaning Projo
Truth
33
M. Alfarisy
Curahan Hati Ben
34
Nofi Utari
Guru Labuhan Terindahku
35
Nur Mauli Diana
Pupus
36
Siti Nur Anisa
Dehinter Die Erzaehlung BAD BOY Die Schule
37
Yulyani Evi Ul-Enja
Sepenggal Kisah Anak Maulafa Kupang Bersekolah
38
Annisa Fadhila
Pelita Di Angkasa
39
Ryan Purnomo
Mutiara Dalam Lumpur
40

Sunyi Yang Dirindukan
41
Prasetyaningsih
Terimakasih, Jundi Sudah Berusaha Jujur
42
Ika Sri Handayani
Sarjana Yang Dirindukan
43
Ilham Rahmat Alam
Mimpi Dan Sebuah Pertanyaan Besar
44
Sylvia Dewi Ratnaningrum
Negeri Pantai Bumi Pertiwi
45
Nirmala Dewi
Sistem Pendidikan Indonesia
46
Mujahidul Aliyah
Allah Itu Maha Adil
47

Bahagia Di Ujumg Senja
48
Athirotul Rifqiyah
Bukan Zamanku
49
Avia Maulidina
Dari Sudut Ruangan
50
Aghina Hasya
Arti Sahabat
51
Ahmad Darus Salam
Guru Jaya Dan Imaginasinya
52
Ely Yulianti
Surat Jaleng Untuk Sahabat
53
Fatkhiyatul Azizah
Semua Ada Yang Mencipta
54
Ika Listya Maharani
Arti Kejujuran
55
Michael Lianto
Monopoli
56
Nessa Septianingsih
Sepotog Abdi Dari Srigonco
57
Nurmala Sari
Lentera Padam
58
Rosna Hernawan
Perkenalan
59
Siska Rahmiati
Penyesalan Tak Berujung
60
M. Zainal Arifin
Semangat Tanpa Dukungan
61
Izzatul Mufidah
Patah Harapan
62
Raih Safitri
Berkah Ikhlas Mengajar
63
Salisunnisa’
Pendidikan Yang Dirindukan?
64
Devy Maulidya
Inikah Guru Idaman?
65
Ariani Zuwita
Diambang Pintu…
66
Nisfulardi
Kehancuran Masa Depan
67
Arum Hayuning Pangastuti
Semangat Belajar Membawaku Pada Gedung Putih
68

Melukis Jejak Di Atas Air
69
Wahyudi Bahtiar
3x24 Jamku
70
Ilmi Nur Aida
Yes, You Can
71
Latifah Amri Rochmah
Dinding Impian
72
Siti Fatimah Azzahro
Pendidikan Rendah Biaya Tinggi
73
Tista Apryandani
Jangan Tindas Dia
74
Adi Putra
Sebuah Janji Untuk Indonesia
75
Ika Nurhalisah
Motivasi Literasi
76
Jainal Rasydin
Tutur Dan Kapur
77
Mira Hadistina
Membangun Masa Depan
78
M. Nafis Diastriardo
Aku (Tidak) Bodoh
79
Liswardani Destinada Suketi
Sekolah Dipulau Terdepan, Bukan Berarti Tertinggal
80
Nur Ridhowati Novitasari
Malaikatpun Tahu
81
Salma Azizah Zakiyunnisa’
Teruntuk Kaum Agraris Di Negri Agraris
82
M. Sudrajat Bayangkoro
Diorama Sijago Matematika
83
Maulidia Silvia Nazila
Bukan Bayangan
84
Maryamul Chumairo’ A.M.
Sua Kartini Bangsa
85
Tanti LAraswati
Ingin Yang Tersimpan Dalam Diam

Sarang, 12 Juni 2016

Ketua Panitia,                                                                                                 Sekretaris,
           
    M. Izzuddin                                                                                     Aji Pangestu
Mengetahui,

Ketua STAI Al Anwar


Dr. KH. Abdul Ghofur, MA




PANITIA LOMBA PUISI DAN CERPEN ONLINE 2016
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM 
AL-ANWAR
Jl. Raya Gondanrojo – Kalipang Sarang Rembang Jawa Tengah
*59274'(0356)411122

PENGUMUMAN JUARA LOMBA PUISI DAN CERPEN
YANG DISELENGGARAKAN OLEH FAKULTAS TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH STAI AL ANAWAR SARANG REMBANG 2016
MEMUTUSKAN:
BAHWA NAMA-NAMA DIBAWAH INI MERUPAKAN JUARA 50 BESAR LOMBA CERPEN ONLINE PGMI STAI AL ANWAR:
DATA LIMA PULUH BESAR CERPEN

NO
NAMA
1
KAFIYATUL FITHRI
2
VISTA ALNIA PRATIWI
3
IRA YULIASIH
4
SYAFAATUN NAFIDZAH
5
M. DAVID DIAZ
6
ANNISA FADHILA
7
DEDE NURROHIM
8
INDAH PURNAMA SARI
9
MICHAEL LIANTO
10
LISWARDANI DESTINANDA
11
ELFIRA AGUSTIN
12
JENI RETIOWATI
13
DINDA PUSPA SARI
14
ARI PRAKASA
15
ISTIANA HAMIDA
16
SRI WATMAH
17
ANDY AGUSTA
18
RILLY RETIANA
19
RISANINDI PITALOKA
20
VISTA ALNIA PRATIWI
21
ALMAILA KHOIROTUNNISA’
22
ABADI SANJAYA
23
EKA MEGA WIJAYANTI
24
INDAH PURNAMA SARI
25
INGGRID ELVINA
26
IRA YULIANTI
27
YULYANI EVI UL-ENJA
28
ANNISA FADHILA
29
PRASTYANINGSIH
30
IKA SRI HARDYANTI
31
NIRMALA DEWI
32
MIRA HADISTINA
33
AVIA MAULIDINA
34
FATHKYATUL AZIZAH
35
LISTIYA MAHANANI
36
ROSNA HERMAWAN
37
SISKA RAHMIATI
38
M. ZAINAL ARIFIN
39
RAIH SAFITRI
40
ARIANI ZUWITA
41
LISWARDIANI DESTINADA
42
WAHYUDI BAHTIAR
43
ILMI NUR AIDA
44
LATIFFAH AMRI ROCHMAH
45
TISTA APRIYANDANI
46
ADI PUTRA
47
IKA NUR HANIFAH
48
JAINAL RASYIDIN
49
NOVITA SARI MELATI
50
TANTI LARASWATI

NB: UNTUK YANG DIJADIKAN ANTOLOGI PUISI DAN CERPEN BAGI YANG 20 CERPEN TERBAIK.

Sarang, 12 Juni 2016

Ketua Panitia,                                                                                                 Sekretaris,
           
    M. Izzuddin                                                                                     Aji Pangestu
Mengetahui,

Ketua STAI Al Anwar


Dr. KH. Abdul Ghofur, MA 



PENGUMUMAN JUARA LOMBA PUISI DAN CERPEN
YANG DISELENGGARAKAN OLEH FAKULTAS TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH STAI AL ANAWAR SARANG REMBANG 2016
MEMUTUSKAN:
BAHWA NAMA-NAMA DIBAWAH INI JUARA CERPEN ONLINE PGMI STAI AL ANWAR:

PANITIA LOMBA PUISI DAN CERPEN 2016
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM 
AL-ANWAR
Jl. Raya Gondanrojo – Kalipang Sarang Rembang Jawa Tengah
*59274'(0356)411122
JUARA
NAMA
JUDUL
1
KAFIYATUL FITHRI
JANGAN KOLOT, INI INDONESIA
2
VISTA ALNIA PRATIWI
AKU INGIN SEKOLAH
3
IRA YULIASIH

SURAT MEIROSE UNTUK PAK MENTERI

Inilah Cerpen Tiga Terbaik dari Semua Peserta Lomba Cerpen:
.
.
.
.
.
.
.
.
.
JANGAN KOLOT, INI INDONESIA
OLEH: KAFIYATUL FITHRI
Apa yang sedang aku rasakan sekarang? Miris. Benar apa kata orang tua jaman dahulu semakin tua dunia ini semakin terkikis pula moral manusia masa kini. Namaku Azizah, aku bukan seorang aktivis yang gemar berkoar-koar di depan rektorat, bukan pula anak muda yang berambisi menjadi pejabat publik materialistis. Aku seorang mahasiswi yang saat ini hanya bisa mengelus dada melihat tingkah laku anak SMA yang kekinian di masanya. Berulang kali explore di Instagram memperlihatkan kaki mulus para calon alumnus SMA. Iya kupikir calon karena mereka belum tentu bisa mendengar kata “Selamat Anda lulus” dari kepala sekolah. Usai menghelat hari terakhir Ujian Nasional, tak luput dari genggaman mereka sebuah pilox dan boardmarker warna-warni. Untuk apa lagi kalau bukan menggelar aksi corat-coret di lapangan tengah kota, balapan seenak udelnya, dan hal yang mungkin sedang hangat diperbincangkan adalah aksi foto para punggawa SMA menggunakan pakaian seragam serba mini dengan balutan rok panjang yang disobek jahitannya hingga atas lutut. Gincu sana-sini, peringatan non-muhrim pun tak dapat dihindari, duh! Alangkah lucunya negeri ini.
Ratusan bahkan ribuan likers Instagram menjadi incaran para siswa ‘hitz’ atau sekedar numpang ‘hitz’. Tak luput hujatan dari para commenters mengenai fenomena ini. Followers mulai menampakkan perubahannya yang mulanya hanya ratusan kini melonjak dengan imbuhan huruf K dibelakangnya.
Moral anak bangsa memang tak ada habisnya menghiasi berita. Lalu siapa yang patut disalahkan?
“Loh bukannya sekolah mengajarkan anak didiknya untuk bertingkah laku yang baik?” pemikiran yang logis tapi belum tentu kritis.
Masa remaja adalah saat dimana seorang anak mencari jati dirinya. Bertingkah sesuai keingininannya dan menutupi semua gengsinya. Tapi bukan berarti seorang remaja bisa bebas melakukan itu semua, kodratnya seorang pemuda adalah menjadi generasi penerus dan pelurus bangsa. Menjunjung nama baik keluarga dan dirinya. Namun pada kenyataannya hanya segelintir dari mereka yang mampu menunjukkan prestasi gemilangnya. Sisanya? Lihat sendiri tingkah laku mereka, cium ketek pacar, foto di perempatan lampu merah, skandal pra kelulusan coret baju mini tiada henti, dugem pasca Ujian Nasional, dan hal lain yang tidak bisa kutebak sebelumnya. Sistem pendidikan di Indonesia kurasa sudah cukup baik walau ada ketidakpemerataan sistem di semua sekolah. Pendidikan moral yang ditanamkan di Indonesia sudah dibentuk sejak mereka masih duduk di bangku TK. Kembali berkaca pada diri masing-masing, sudah benarkah pendidikan di negeri kita. Haruskah ada problematika yang akan terus menerpa?. Moral anak muda bangsa kita memang perlu dilakukan rehabilitasi.
“Jah, lu ngomong rehabilitasi kaya pemakai aja”. Gelitik Marcia, teman kuliahku yang rupanya miris juga dengan situasi pendidikan di Indonesia. Dia memandang bahwa sistem yang dijalankan pemerintah mengenai proses pendidikan di Indonesia belum baik.
“Mbak Jah aku nggak lolos SNMPTN, terus yaapa?” tamparan keras bagi mereka yang gagal lolos seleksi SNMPTN tahun ini. Bertebaran ucapan ‘selamat’,’sabar’, dan ‘masih ada jalan lain kok’ diiringi emoji smile di media social manapun. Next trip is SBMPTN, ujian tulis masuk perguruan tinggi negeri yang biasanya atau malah pada umumnya barengan dengan jadwal daftar ulang mahasiswa baru jalur SNMPTN. Dan lagi, bertebaran screencapture formulir SBMPTN di media sosial yang rata-rata menggunakan caption ‘doakan semoga lancar’. Amin.
Kembali ke masa dimana H-100 menjelang Ujian Nasional. Para siswa yang awalnya ogah-ogahan masuk masjid untuk berjamaah, lihat saja masjid sekolah penuh dengan seragam ber-badge XII. Promo bimbingan belajar juga mulai menarik massa dari berbagai wilayah. Pesan broadcast berisi ucapan minta maaf juga tak luput dari perhatianku. Puluhan pesan broadcast masuk di chat BBM. Bahkan ada beberapa teman yang mulai muak dengan kebiasaan itu hingga menuliskan personal message ‘bc-an tok’ yang berarti bc(broadcast) mulu, dan ‘iya udah dimaafin kok’.
Sekali lagi, duh! Alangkah lucunya negeri ini.
            Dimana ada Ujian Nasional disitu ada kunci jawaban. Sudah tidak asing lagi bukan dengan aktivitas kriminal seperti ini. Benar-benar merusak moral dan mental anak bangsa. Bagaimana tidak? Mereka yang bertugas menjadi bandar kunci jawaban di sekolahnya dituntut harus pintar menyelundupkan barang. Siswa yang membeli dan memakai kunci jawaban juga terkena dampaknya. Aku yang bersikeras menolak tawaran itu tetap saja mendapatkan bujuk rayu dari para bandar.
            “Lumayan lho satu sekolah dibanderol tiga puluh juta, kalo dapet klien banyak bisa murah bayarnya” Kata seorang teman yang tiba-tiba berbisik di telingaku.
            “Iya kalau kuncimu valid, kalau tidak? Good luck guys!” Kalimat yang sempat terlontar saat aku melihat hampir seluruh teman sekelasku memakai kunci jawaban. Banyak yang mengira aku iri melihat mereka. Nilai kejujuranmu berawal dari sini. Percayalah suatu saat nanti ketika hasil itu keluar atas usahamu sendiri, jelek atau baik hasilnya itu adalah kerja kerasmu dan kau akan bangga mendapatkannya.
***
            Halo dunia perkuliahan, dunia yang penuh dengan birokrasi dan opini, kritik yang cukup cerdik, dan angkatan yang tentu membanggakan.
Halo dunia perkuliahan, perangmu dimulai dari sekarang!
            Berbicara kuliah tentu tak lepas dari yang namanya OSPEK. Isu-isu lucu nan menggelitik pun tersiar dan sampai di telingaku.
“OSPEK kampus A tiap Sabtu Minggu, mampus dah nggak malmingan” pendapat satu.
“OSPEK kampus B tiga hari doing tuh” pendapat dua
“Di kampus C OSPEK nya setahun. Kebayang gak sih dua semester dibentakin terus” pendapat terakhir.
Haruskah proses pengenalan kampus dengan cara mengintimidasi mahasiswa baru? Mungkin itu hanya pandangan mereka yang melihat OSPEK yang terjadi di kampus yang menghalalkan cara itu. Sisi baik dari sistem ini ada beberapa atau mungkin sudah banyak aturan mengenai pelarangan OSPEK menggunakan cara fisik. Ini tentu mengurangi dampak buruk yang terjadi dalam proses pengenalan kampus ini. Seperti yang sudah diketahui OSPEK telah menimbulkan korban akibat caranya yang salah. Berkaca dari sistem OSPEK atau pengenalan kampus di Australia, mereka melakukan hal semacam ini melalui seminar dan workshop di kampus mereka. Dengan cara praktis mereka melakukan hal itu dan tentunya hasilnya pun lebih baik dari sekedar main fisik yang marak terjadi di Indonesia.
Mungkin nilai akademik tidak akan cukup untuk membentuk kepribadian yang baik dan sesuai dengan harapan bangsa. Hidup tidak monoton mempersoalkan teori dan angka. Buat hidup lebih dinamis terasa lebih menyenangkan ketimbang berdiam diri dan rumus dan persoalan yang tak akan mati ditelan dinasti. Senang bukan berarti mewah, tapi senang akan terbawa dalam jiwa bila semua orang sadar akan pentingnya pendidikan moral.
            Jangan kolot, ini Indonesia. Negeri yang perlu dibenahi dan dijaga. Bila pendidikan moral yang dibentuk belum sepenuhnya masuk ke dalam jiwa para pelajar, sudah saatnya kita meluruskan apa yang salah dan meneruskan yang benar.
            Ini secuil kisah. Kisah tentang dunia pendidikan Indonesia yang akan menjadi evaluasi dan introspeksi diri.
.
.
.
.
.
..
.
.
.
.
.
.
AKU INGIN SEKOLAH
OLEH: VISTA ALNIA PRATIWI

Kumandang suara adzan saat subuh membuat mataku tak dapat terpejam kembali. Segara aku bangun dari tidurku dan beranjak untuk menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslim untuk shalat subuh. Melihat ibuku di dapur membuat kue jajanan yang akan dijual siang hari nanti sudah menjadi kebiasaanku setiap harinya.
“Sudah shalat Ton?” tanya ibuku. “Sudah bu, mana yang mau dijual? Apa sudah siap semua?” jawabku sembari melontarkan pertanyaan kembali pada ibuku. “Iya, nanti kamu jualannya di samping sekolah saja ya, disana pasti kuenya banyak yang laku. Karena kemarin ibu dengar-dengar sekolah itu sedang mengadakan porseni, supaya kamu juga tidak lama-lama jualannya” kata ibuku. “Iya bu” jawabku dengan singkat.
Itulah aku, nama keseharianku di panggil Tono. Aku hidup di daerah pelosok di Sulawesi Tengah dengan ibuku, sedangkan ayahku telah lama tiada. Hal ini yang membuatku merasa memiliki tanggung jawab di rumah kami. Kami hidup dengan sangat kekurangan, sehingga untuk membantu biaya hidup kami sehari-hari, aku membantu ibuku berjualan kue yang dibuatnya dikala malam menjelang subuh. Jika aku sekolah, aku tepatnya duduk di bangku kelas 2 SMP. Sejak tamat SD, aku tidak lagi melanjutkan sekolahku, dikarenakan masalah biaya. “Untuk makan sehari-hari saja sudah sangat susah, apalagi kalau aku sekolah” pikirku ketika itu.
Setelah selesai menyiapkan segalanya, aku berangkat untuk menjajakan kue yang telah dibuat ibuku. Sesuai pesan ibu, aku pergi ke sekolah dan duduk di samping sekolah tempat orang berlalu-lalang untuk menawarkan kue yang kujual. Terkadang melihat semua teman-teman yang selalu setiap pagi pergi ke sekolah membuatku iri. Karena di lubuk hatiku yang paling dalam, aku ingin sekali merasakan pergi ke sekolah dan bisa mendapatkan ilmu seperti mereka.
Ketika aku masih duduk di bangku SD, aku bermimpi untuk menjadi seorang dokter. Entah mengapa, setiap kali aku melihat orang sakit, selalu terbesit dalam pikiranku untuk membantunya agar ia bisa sembuh dari sakitnya. Namun, takdir berkata lain. Menjadi seorang dokter harus melewati tahap pendidikan. Sedangkan aku? Aku tidak bisa mewujudkan mimpiku karena kewajiban untuk membantu orang tuaku membiayai hidup kami.
“Hei, aku mau dong kuenya, dua ribu yah” suara anak laki-laki yang membuyarkan lamunanku seraya menunjuk pada kue yang ingin dibelinya. “Oh, iya. Nih kuenya”. Kataku sembari memberikan kuenya. Ia memberiku uang lima puluh ribu, aku bingung. Karena aku belum memiliki uang kembalian sebanyak itu. “Aduh, kamu tidak punya uang pas ya?” tanyaku kebingungan. “Tidak punya” jawabnya singkat. Aku kebingungan memikirkan kembalian yang akan kuberikan padanya. Jualanku saja jika laku semua, tak sampai sebanyak ini bisa ku dapatkan. “Ya sudah kalau begitu, kamu ambil saja  kuenya. Aku tidak memiliki uang kembalian” kataku lagi.
Lalu aku pergi membawa jualanku meninggalkan ia di tempat jualan tadi sambil terus menatapku dengan penuh kebingungan. Aku pulang ke rumah sambil menjajakan jualan yang belum habis. Alhamdulillah,jualan ibu telah habis sebelum aku sampai di rumah. Kulihat ibuku menungguku di depan rumah dengan penuh harapan jualan yang ku bawa habis terjual. Aku tersenyum pada ibuku, mamberikan tanda bahwa jualan telah laris terjual. Ibuku membalas senyum penuh kegirangan.
Assaalamu’alaikum bu?” kuucapkan salam sembari mencium tangan ibuku. “Wa’alaikumsalam nak, ayo kita masuk Ton. Kamu lekas mandi ya, ibu sudah menyiapkan makan untuk kamu. Ada di meja makan nak.” Kata ibuku. “iya bu, Tono mandi dulu kalau begitu, ini hasil jualan tadi bu. Bu, tadi ada anak laki-laki yang sebaya dengan Tono beli kuenya. Tapi, uangnya lima puluh ribu, Tono bingung dengan uang kembaliannya. Jadi Tono langsung kasih saja kuenya bu, tidak apa-apa kan?” Kataku pada ibuku. Ibu lalu duduk berlutut di depanku sambil mengusap kepalaku dan berkata, “Iya nak, tidak apa-apa. Kita juga tidak bisa langsung mengambil semua kembaliannya. Tindakan mu sudah benar” Kata ibu dengan tenang. Aku pun tersenyum mendengar ibuku berkata seperti itu.
Keesokan harinya, seperti biasa aku beraktifitas kembali menjajakan kue buatan ibuku. Aku duduk di tempat kemarin karena menurutku tempat itu sangat strategis. Sudah dua jam aku duduk dan lumayan banyak kue yang telah terjual. Tak lama kemudian, ada suara yang tak asing ku dengar. “Hai, kamu lagi ya. Aku mau dong kuenya tiga ribu deh. Nih uangnya pas lima ribu, kan kue kemarin aku belum bayar.” Katanya seraya memberiku uang lima ribu. “Oh, iya. Nih kuenya.” Jawabku sembari memberinya kue jualanku. “Kamu sekolah disini ya?” Tanyaku lagi. “Iya, kalau kamu sekolah dimana?” Jawabnya sambil melontarkan pertanyaan lagi kepadaku. “Aku tidak sekolah, keseharianku membantu ibuku menjual kue. Kamu bukannya sudah masuk kelas ya?” Jawabku. “Ohh, begitu ya. Ah malas aku masuk kelas. Itu mata pelajaran yang tidak aku sukai, gurunya galak dan membosankan. Jadi aku bolos untuk pelajaran ini” Katanya sambil tertawa. “Kamu tidak boleh seperti itu, aku saja yang ingin sekolah, tidak bisa sekolah karena masalah biaya. Sedangkan kamu, orang tua kamu mampu loh menyekolahkan kamu. Jadi kamu harus rajin belajar.”kataku menasehatinya.
Saat sedang asik-asiknya berbincang, ada seorang anak perempuan yang memangilnya, “Eh, Ryan, ngapain kamu disitu? Ayo cepat masuk, kamu mau dijemur lagi di lapangan sambil hormat bendera?” Katanya dengan mengancam Ryan yang akhirnya kuketahui namanya. “Ah, berisik banget sih kamu. Iya aku pergi sekarang.” Jawab Ryan. Ia berlari sambil pamit kepadaku dengan malambaikan tangannya padaku sambil tersenyum. Aku membalas senyum dan lambaian tangannya.
Aku terus menunggu jualanku habis, setelah itu aku pulang kerumah. Seperti biasa, ibu selalu menanti kedatanganku di depan rumah kami. Aku menyerahkan hasil yang ku peroleh hari ini dan mandi lalu beristirrahat. Begitulah keseharianku, setelah tamat SD aku tidak pernah lagi belajar tentang pelajaran sekolah. Saat aku masih sekolah, dimalam hari selalu kuperguanakan waktuku untuk belajar.
 “Mengapa mereka yang mampu untuk membiayai sekolahnya, tidak mau belajar dengan sungguh-sungguh? Padahal masih banyak anak-anak di negeri ini yang ingin sekolah namun mereka tidak bisa melanjutkan sekolah karena masalah biaya. Kapan aku bisa sekolah?” pikirku. “ada apa nak?” Tanya ibuku. “tidak apa-apa bu, Tono hanya rindu dengan suasana belajar di sekolah Tono dulu waktu masih SD.” Jawabku. Dengan sedikit terisak, ibuku menjawab “Maafkan ibumu ini nak, ibu seharusnya menyekolahkan kamu, tapi kamu malah membantu ibu berjualan kue.” Tak tega melihat ibuku, aku duduk di samping ibuku sambil memegang tangannya, “Bu, Tono tidak pernah menyesal membantu ibu untuk berjualan kue. Ibu tidak pernah salah, ini adalah keputusan Tono bu.” Kataku lalu memeluk erat ibuku.
Esok hari kujalankan lagi aktifitasku seperti biasa, kulihat ibuku terseyum padaku saat memberikan kue buatannya. Aku pamit untuk berjualan lagi. Aku duduk di samping sekolah yang biasa ku tempati. Lagi-lagi aku mendapati Ryan disana. Ternyata ia menungguku untuk membeli kue buatan ibuku, “Kenapa lama banget datangnya Ton?” tanyanya padaku. “Kamu yang terlalu cepat datangnya” jawabku. Ia hanya tersenyum mendengar jawabanku.
Kami berbincang-bincang dan bercanda bersama. Aku merasa akrab sekali dengan Ryan, dia anak yang pandai bergaul dan tidak sombong. Terkadang, ia membantuku menjajakan kue jualanku. Tak lama kemudian, bel sekolah pun berbunyi dan Ryan pamit untuk masuk ke kelas. Aku kembali sendiri, duduk sambil menjajakan kue jualanku. Saat akan beranjak untuk pulang, aku dikagetkan oleh Ryan yang datang dan langsung memukul pundakku. “Eh Ton, sudah laku semua ya kuenya?” tanyanya. “Iya nih, aku mau pulang. Kamu mau kemana?” tanyaku padanya, karena ia selalu mengikuti jalanku. “Mau ke rumah kamu. Aku juga mau lah jalan-jalan ke rumah teman aku.” Jawabnya lagi. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum.
Setelah lumayan lama berjalan, akhirnya kami pun sampai di rumah aku dan ibuku yang sangat sederhana namun bagiku rumah itu adalah pelindung terbaik yang ada dan hanya satu-satunya ada di dunia ini. Aku mendapati lagi ibuku menunggu kedatanganku di depan rumah. Segera aku mencium tangan ibu dan begitu pula Ryan. Ibu sangat senang melihat aku membawa temanku ke rumah. Ibu lalu menyiapkan makan untuk aku dan juga Ryan. Sedang aku dan Ryan menunggu di dalam kamarku.
“Oh iya Ton, ini adalah pelajaran yang kupelajari hari ini.” Katanya sembari memberikan aku beberapa buku. “Maksud kamu? Emangnya kenapa?” tanyaku bingung. “Kan kamu ingin banget sekolah, tapi kamu ga punya biaya, jadi mulai sekarang aku akan kasih tau kamu pelajaran yang aku pelajari setiap harinya dan kalau aku mengerti, aku akan jelaskan sama kamu.” Jawabnya dengan jelas. “Kamu tidak perlu repot-repot Yan, aku sudah lama tidak belajar sejak tamat SD, aku tidak tahu apa-apa.” Kataku padanya sembari mengembalikan buku Ryan.
Namun, ia memberikan lagi buku itu dan berkata, “Itulah Ton, mengapa kita harus belajar. Kamu sekarang mungkin belum tahu, tapi kalau sudah belajar kamu pasti akan tahu. Pokoknya kamu catat semua yang ada dalam buku itu, besok bawa bukunya karena aku mau pake belajar lagi di sekolah.” Kata Ryan. “Aku  `iri sama kamu Ton, kamu mempunyai minat untuk sekolah dan belajar. Namun, karena biaya kamu tidak bisa bersama kami ikut bersekolah dan belajar. Aku baru sadar bahwa aku harus bersyukur karena aku masih bisa sekolah dan aku banyak belajar dari kamu. Jadi, sekarang kita saling berbagi saja, oke?” tambahnya lagi.
Aku tidak bisa menolak lagi, sehingga langsung ku setujui. Lalu kami dipanggil ibuku untuk segera makan. Kami makan bertiga. Aki merasa memiliki keluarga baru dan ibuku sangat menyukai Ryan, karena ia pandai bergaul. Baru saja bertemu dan berkenalan dengan ibuku, ia sudah terlihat sangat akrab. Selesai makan, ia pamit pulang dan berkata bahwa ia akan sering-sering datang di rumah kami. Ryan lalu mencium tangan ibuku dan pergi. Aku bangga mengenalnya, ia anak yang baik meskipun diawal pertemuan kami, aku sempat berfikir bahwa ia anak yang acuh dengan sekolahnya.
Sejak saat itu, Ryan selalu bersama denganku sepulang sekolah hingga sore hari baru pulang ke rumahnya. Ia juga selalu menemani dan membantuku berjualan kue dan berbagi pelajarannya di sekolah. Aku berharap suatu saat negeri ini bisa memberikan perhatiannya pada anak-anak seperti kami yang tidak bisa bersekolah dikarenakan masalah biaya. Agar tidak ada lagi anak bangsa ini yang tidak bersekolah. J
.
.
.
.
..
.
.
.
.
.
..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
SURAT MEIROSE UNTUK PAK MENTERI
OLEH: IRA YULIASIH

Hai, namaku Meirose. Umurku 12 tahun. Aku berasal dari salah satu provinsi di bagian timur Indonesia. Aku sedang mempersiapkan diri. Besok, pagi-pagi sekali, aku harus terbang ke Jakarta. Kata Bu Yohana-kepala sekolah sekaligus guru yang akan mendampingiku selama di sana, aku bersama 33 anak lainnya dari seluruh provinsi di Indonesia mendapat undangan dari Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk menghadiri seminar teknologi pendidikan di salah satu hotel ternama di ibukota. Bu Yohana juga berkata bahwa anak-anak yang terpilih adalah anak-anak yang mempunyai  prestasi akademis terbaik di daerahnya masing-masing berdasarkan nilai ujian nasional yang telah dilangsungkan beberapa waktu lalu. Aku merasa bangga sekaligus gugup. Bangga karena dapat menjadi perwakilan dari provinsiku, tetapi juga gugup karena aku akan bertemu dengan siswa-siswa hebat yang mungkin tingkat kemampuannya berada jauh di atasku.
Aku bergidik perlahan. Kemudian beranjak dari daun jendela untuk kembali menekuri baju-baju yang belum juga aku tata. Aku hanya akan berada di Jakarta selama dua hari satu malam. Oleh karena itu, Bu Yohana mengingatkanku agar tidak membawa terlalu banyak pakaian. Satu pasang seragam untuk dipakai pada hari pertama, satu pasang baju biasa untuk tidur malamnya, dan satu pasang pakaian sopan untuk hari kedua. Sisanya aku hanya membawa alat tulis, peralatan mandi, dan beberapa keperluan pribadi. Kecuali seragam, aku memasukkan seluruh perlengkapan tersebut ke dalam tas ransel modalku meminjam dari Ciril. Kata bapak, tas bututku kurang pantas apabila dipakai untuk bepergian jauh. Karenanya tadi siang dia memberanikan diri datang ke rumah kepala suku untuk meminjam salah satu tas anak perempuannya.
Mamak berteriak dari luar kamar, memanggilku untuk turut bergabung dalam acara makan malam kecil-kecilan. Tadi siang mamak berjanji untuk mengadakan acara selamatan dengan memasak makanan kesukaanku dan mengajak berkumpul seluruh anggota keluarga. Sebelum meninggalkan kamar, aku mengecek kembali barang-barang yang baru saja aku masukkan. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, aku segera keluar menuju dapur yang juga berfungsi sebagai ruang makan. Bapak sudah duduk di atas dipan, sedang bercengkrama dengan Kak Rero. Si kembar Wena dan Weni sedang berkejaran di sekelilingnya sembari terkadang bergelayutan di leher bapak untuk mencari perlindungan. Mamak masih sibuk memasukkan sayur yang mengepul ke dalam mangkuk. Ketika aku mendekat untuk menawarkan bantuan, mamak malah tersenyum sembari menggiringku untuk naik ke atas dipan dan menyuruhku untuk makan.
***
                Setelah lebih kurang lima jam berada di pesawat, akhirnya aku dan Bu Yohana tiba di Bandara Halim Perdanakusuma. Aku sempat mengalami mabuk perjalanan, namun ketika sudah merasa lebih baik dan siap untuk melanjutkan perjalanan, Bu Yohana menuntunku untuk bergerak menuju area penjemputan. Betapa bangganya diriku melihat namaku tercantum di salah satu dari sekian banyak papan yang dibawa oleh orang-orang. Masih dengan tanganku berada di genggamannya, Bu Yohana mengarah ke seorang laki-laki berseragam yang tadi memegang papan bertuliskan namaku di atasnya. Meskipun aku tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan karena terlalu banyak suara, aku hanya menurut ketika laki-laki itu menggiringku dan Bu Yohana menuju salah satu mobil yang terparkir di dekat pintu keluar bandara.
                Rupanya laki-laki berseragam itu adalah petugas yang bertanggungawab untuk mengantarkanku dan Bu Yohana ke hotel tempat seminar teknologi pendidikan dilangsungkan. Selama perjalanan, laki-laki tersebut terus bercengkrama dengan Bu Yohana. Dia menjelaskan bahwa sudah ada beberapa anak yang datang sejak pagi, bagaimana hotel tempatnya bekerja sering disewa untuk menggelar berbagai macam acara penting oleh para pejabat negara, dan lain sebagainya. Namun aku tidak terlalu tertarik dengan pembicaraan itu, pikiranku sedang takjub sendiri dengan pemandangan yang sangat jarang aku temui. Gedung-gedung menjulang tinggi, air mancur dan patung yang gagah berdiri, serta kendaraan mewah yang melaju ke sana ke mari. Namun belum puas aku terheran-heran, rupanya aku dan Bu Yohana sudah sampai di tujuan. Setelah diantar ke depan kamar oleh seorang petugas lainnya, Bu Yohana diberitahu bahwa masih ada waktu dua jam untuk beristirahat dan menikmati makan siang sebelum acara seminar dimulai pada pukul 13. Karena waktu yang terbatas, Bu Yohana memintaku untuk mencuci muka dan merapikan pakaian lalu segera turun ke restoran untuk bergabung dalam acara makan siang.
***
                Sesuai arahan, aku dan Bu Yohana mendekati aula yang dijadikan tempat seminar. Di kedua sisi dekat pintu, terdapat satu meja berisi berkas-berkas yang perlu diisi dan meja lain tempat meletakkan kotak-kotak berisi makanan kecil bagi peserta. Setelah melengkapi lembar administrasi, mendapat kartu tanda pengenal diri, dan mendapat jatah ‘amunisi’; aku dan Bu Yohana memasuki ruang besar tempat seminar dilaksanakan. Aku dan Bu Yohana disambut oleh beberapa petugas berseragam, lalu aku dibimbing untuk mencari tempat duduk dengan namaku tertulis di sandaran. Rupanya aku mendapat tempat duduk pada barisan keempat. Barisan depan ditempati oleh orang-orang dewasa berpakaian rapi dan memiliki jabatan tinggi. Barisan kedua hingga keempat diduduki oleh tiga puluh empat perwakilan siswa, dan barisan kelima hingga seterusnya diisi oleh para pendamping seperti Bu Yohana dan tamu undangan lainnya. Di atas panggung, aku memperhatikan tema seminar yang dicetak dengan huruf-huruf besar “PENGGUNAAN MODUL MULTIMEDIA INTERAKTIF MODEL TUTORIAL UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI SISWA”
                Jujur saja aku kurang paham dengan maksud tulisan itu. Aku sempat mendengar istilah-istilah asing tersebut melalui tayangan televisi di rumah kepala suku. Tetapi aku memang tidak pernah menanyakan artinya pada siapapun karena aku yakin orang-orang di sekitarku pun tidak ada yang tahu. Aku ingin bertanya kepada Bu Yohana, tetapi dia berada pada jarak yang cukup jauh dari tempatku berada. Akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya pada salah satu siswa perempuan yang duduk di sebelahku.
                “Hai, namaku Meirose, aku dari daerah timur. Kamu paham arti dari Modul Multimedia Interaktif?”
                “Hai, aku Celine dari daerah barat. Aku juga tidak paham. Tetapi sebentar, aku cari dulu di Wikipedia”.
                Widia… Wikia… Pedia… Wikipedia? Apa itu Wikipedia? Dalam hati aku bertanya-tanya. Namun belum sempat kembali membuka suara, anak berkacamata itu sudah mengeluarkan sebuah alat lalu mengusapkan ujung-ujung ibu jari di atas layarnya. Mungkin inilah yang disebut dengan handphone berteknologi touch screen, aku pernah melihat iklannya di televisi. Beruntung sekali Celine, masih kecil tetapi sudah memiliki alat komunikasi canggih. Di tempatku, hanya ada beberapa orang yang memiliki handphone, itu pun yang tombol angkanya masih sangat keras dan berbunyi ‘tek tek tek tek’ apabila ditekan.
                “Ini dia. Ada beberapa penjelasan mengenai Modul Multimedia Interaktif, yaitu…”
Pembicaraanku dan Celine seketika terhenti karena para pewara mulai mengucapkan salam sebagai tanda dimulainya rangkaian acara. Aku mengikuti semuanya dengan gembira. Mulai dari menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, menyimak sambutan dari panitia penyelenggara acara, dan pembukaan dengan pemotongan pita. Pembawa acara sempat mengumumkan bahwa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tidak dapat hadir siang ini dan baru bisa bergabung esok hari ketika acara penutupan dilangsungkan. Aku sempat merasa kecewa. Salah satu motivasi terbesarku untuk datang ke Jakarta adalah ingin segera bertemu dengan Pak Menteri dan bersalaman dengannya. Tetapi rupanya aku harus rela menunggu hingga hari kedua.
Tidak selang berapa lama, acara inti pun dimulai. Seorang laki-laki paruh baya berpakaian batik berdiri dari salah satu bangku yang terletak di deretan paling depan. Setelah memberi salam hormat kepada beberapa rekannya, dia beranjak ke bagian belakang podium untuk mengambil mikrofon. Seorang operator mulai menurunkan layar dan mengarahkan cahaya proyektor agar presentasi yang akan disampaikan dapat terlihat jelas oleh para peserta. Baru kali kedua aku melihat kesibukan semacam ini. Sebelumnya, persiapan yang sama aku temui ketika sekolah sedang mengadakan pertemuan bagi orang tua siswa kelas VI dalam rangka persiapan ujian nasional 3 bulan yang lalu. Itupun tidak secanggih ini. Sekolah masih menggunakan komputer tabung yang merupakan sarana teknologi satu-satunya. Proyektornya juga tidak secanggih ini, cahayanya pun hanya dipantulkan ke bagian dinding yang kosong. Aku cukup tegang sekaligus penasaran dengan isi seminar yang akan disampaikan.
…Selamat siang. Salam sejahtera untuk kita semua. Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya…
Setelah menuntaskan sesi pembukaan, pada akhirnya aku tahu bahwa orang tersebut merupakan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Tanpa dikomando, hampir semua anak di sekelilingku mulai mengeluarkan buku catatan dan alat tulisnya. Aku turut melakukan hal yang sama. Beberapa anak mulai mencorat-coret buku catatannya, sepertinya mereka sedang menuliskan hal-hal yang dianggap penting. Aku berusaha keras untuk memfokuskan diri, siapa tahu aku bisa menemukan poin krusial yang bisa aku tuliskan di buku catatan seperti teman-teman.
…jadi peer-teaching merupakan metode yang sangat tepat untuk dterapkan di sekolah dasar karena dengan begitu para siswa telah terdidik untuk melakukan self-learning sejak dini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Profesor…
Tiba-tiba aku merasa gugup, pena di tanganku mulai basah terkena keringat. Aku belum pernah mengikuti seminar sebelumnya, aku tidak tahu apa yang harus aku cantumkan di buku catatan. Aku menengok ke kanan dan ke kiri. Semua anak fokus memperhatikan materi yang sedang disampaikan oleh penyaji sembari mengangguk sekali-kali tanda mengerti. Aku jadi heran. Kalau mereka paham, mengapa aku tidak? Jangankan terekam di dalam memori, justru banyak sekali istilah-istilah asing yang tidak aku mengerti.
…dan pemerintah sedang berproses untuk membuat beberapa website pedidikan yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh para siswa sebagai suplemen pembelajaran. Situs-situs tersebut dapat diakses dengan mudah melalui jaringan internet yang tersedia di komputer sekolah…
…seperti sekolah-sekolah di luar negeri. Sistem pendidikan di sana…
Materi sudah selesai disampaikan tetapi aku masih saja belum paham. Namun pikiran itu segera menghilang ketika acara dilanjutkan dengan pemberian penghargaan titipan dari Pak Menteri kepadaku dan ketiga puluh tiga perwakilan siswa terbaik dari seluruh provinsi di Indonesia. Dan sebelum menutup seminar, bapak wakil menteri memberi tugas kepada anak-anak tersebut untuk menulis surat yang berkaitan dengan kesan-kesan ketika mengikuti kegiatan ini. Besok pagi, surat-surat tersebut akan dikumpulkan untuk selanjutnya diserahkan langsung kepada Pak Menteri.
***
Saya kurang paham dengan materi yang disampaikan oleh wakil Bapak. Ketika wakil Bapak menjelaskan tentang komputer dan internet, apakah Bapak akan mengirimkan bantuan perangkat tersebut kepada sekolah kami? Ketika wakil Bapak menjelaskan tentang fasilitas sekolah-sekolah di luar negeri, apakah Bapak akan membantu memperbaiki ruang kelas kami kurang layak huni? Jika iya, saya akan sangat bersyukur. Saya akan memberitahu teman-teman di sana bahwa Indonesia mempunyai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dermawan dan murah hati.
Tidak lupa saya berterimakasih karena telah mendapat penghargaan berupa uang pembinaan, alat tulis, dan tas sekolah. Mamak dan bapak di rumah pasti bangga dengan saya. Nantinya uang pembinaan tersebut akan saya gunakan untuk mendaftar ke sekolah lanjutan di kota. Saya juga berterimakasih karena Bapak telah memberikan saya sepatu baru. Sepatu lama saya penuh jahitan karena sudah terlalu sering digunakan. Oleh karena itu agar tidak cepat rusak, sepatu pemberian Bapak itu akan saya simpan di rumah dan hanya akan saya pakai di acara-acara penting. Nantinya saya akan berjalan ke sekolah dengan menggunakan sandal saja. Sayang kalau setiap hari sepatu pemberian Pak Menteri harus terkena lumpur sawah dalam perjalanan saya ke sekolah.
Meirose, dari timur Indonesia
Waktu sudah menunjukkan pukul 23, ngantuk berat mulai menggelayuti mata. Tanpa merasa perlu dibaca ulang, aku segera melipat dan memasukkan artikel karanganku itu ke sela-sela buku catatan. Kemudian aku menyeret tubuh ke kasur, memposisikan diri di samping Bu Yohana yang sudah lebih dahulu lelap tertidur. Aku tersenyum mengingat pengalaman siang ini. Ada letupan-letupan kecil yang menandakan aku tidak sabar untuk menanti hari berganti. Tetapi sekarang aku harus mengistirahatkan diri karena besok aku akan memberikan surat ini kepada Pak Menteri.




Sarang, 12 Juni 2016

Ketua Panitia,                                                                                                 Sekretaris,
           
    M. Izzuddin                                                                                     Aji Pangestu
Mengetahui,

Ketua STAI Al Anwar


Dr. KH. Abdul Ghofur, MA


Komentar

  1. selamat malam. mohon maaf saya ingin menanyakan perihal sertifikat apakah dikirim melalu email atau diposting melalui blog ini?? terimakasih

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEKANISME LOMBA PUISI DAN CERPEN SEINDONESIA

DIMENSI KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN